WELCOME TO MY BLOG

Kamis, Mei 12, 2011

Asas-Asas Bimbingan dan Konseling

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan professional. Oleh sebab itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah atau asas-asas tertentu. Dengan mengikuti kaidah-kaidah atau asas-asas tersebut diharapkan efektifitas dan efesiensiproses bimbingan dan konseling dapat tercapai.
Slameto (1986) membagi asas-asas bimbingan dan konseling menjadi dua bagian, yaitu (1) asas-asas bimbingan dan konseling yang berhubungan dengana individu (siswa) dan (2) asas-asas bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan.
Dalam konseling, asas ini merupakan asas kunci karena apabila asas ini dipegang teguh, konselor akan mendapat kepercayaan dari klien sehingga mereka akan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling sebaik-baiknya.

Asas-asas bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan, yaitu :
a. Asas kerahasian
Asas kerahasian sangat sesuai dengan ajaran Islam. Dalam Islam sangat dilarang seseorang menceritakan aib atau keburukan orang lain bahkan islam mengancam bagi orang-orang yang suka membuka aib saudaranya diibaratkan seperti memakan bangkai saudarannya sendiri. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak; terutama penerima bimbingan klien sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Begitu pula sebaliknya.
Dalam bimbingan dana konseling kerahasian data perlu dihargai dengan baik, karena menolong dalam bimbingan konseling hanya dapat berlangsung dengan baik jika data atau informasi yang dipercayakan kepada konselor atau guru pembimbing dapat dijamin kerahasiaannya. Asas kerahasiaan ini juga akan menghilangkan kekhawatiran terhadap adanya keinginan konselor atau guru pembimbing untuk menyalahgunakan rahasia dan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya sehingga merugikan klien.
b. Asas kesukarelaan.
Dalam asas kesukarelaan proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan baik dari pihak pembimbing (konselor)maupun dari pihak klien (siswa). Klien (siswa) diharapkan secara sukarela, tanpa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan semua fakta data dan segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah yang dihadapinya kepada konselor. Sebaliknya konselor dalam memberikan bimbingan juga hendaknya jangan karena terpaksa. Dengan perkataan lain pembimbing atau konselor harus memberikan pelayanan bimbingan dan konseling secara ikhlas. Asas ini sangat relevan dengan ajaran Islam berkenaan dengan ikhlas.
c. Asas keterbukaan.
Asas keterbukaan yaitu keterbukaan yang di tinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau membuka diri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat dapat diketahui oleh orang lain (dalam hal ini konselor), dan kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar.
d. Asas kekinian.
Asas kekinian artinya masalah-masalah yang ditanggulangi dalam proses bimbingan dan konseling adalah masalah-masalah yang sedang dirasakan oleh siswa. Masalah yang sedang dirasakan oleh siswa mungkin terkait dengan masa lalu dan masa yang akan datang. Dalam pennanggulangan masalah siswa masa lalu dan yang akan datang menjadi latar belakang dan latar depan masalah. Asas kekinian juga mengandung makna bahwa pembimbing atau konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan.
e. Asas kemandirian.
Asas Kemandirian merupakan salah satu tujuan pelayanan bimbingan dan konseling. Ciri-ciri kemandirian pada siswa yang telah dibimbing adalah : (1) mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya. (2) menerima diri sendiri lingkungannya secara positif dan dinamis. (3) mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri. (4) mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu, (5) mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Asas kekinian juuga mengandung pengertian bahwa konselor tidak bolehh menunda-nunda pemberiian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya ada siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberi bantuan.
f. Asas kegiatan.
Asas kegiatan adalah pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan memberikan hasil yang berarti apabila klien (siswa) tidak melakukan sendiri kegiatan untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Asas ini juga bermakna bahwa masalah klien (siswa)tidak akan terpecahkan apabila siswa tidak melakukan kegiatan seperti yang dibicarakan dalam konseling.
g. Asas kedinamisan.
Asas kedinamisan ialah konselor dank lien serta pihak-pihak lain diminta untuk memberikan kerjasama sepenuhnya agar pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat dengan cepat menimbulkan perubahan dalam sikap dan tingkah laku klien.
Usaha bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada individu (siswa) yang dibimbing, yaitu perubahan perilaku kea rah yang lebih baik.
h. Asas kenormatifan, yaitu usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik di tinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum dan Negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari.
i. Asas keahlian usaha bimbingan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat(instrument bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendaoatkan latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Layanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan professional yang diselenggarakan oleh tenaga ahli yang dididik untuk pekerjaan tersebut.
j. Asas alih tangan (referral). Apabila konselor telah mengerahkan segenap tenaga dan kemampuannya untuk memecahkan masalah klien, tetapi belum berhasil, maka konselor yang bersangkutan harus memindahkan tanggung jawab pemberian bimbingan dan konseling kepada pembimbing atau konselor lain atau kepada orang lain yang lebih mengetahui. Asas ini juga bbermakna bahwa konselor dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling jangan melebihi batas kewenangannya.
k. Asas Tut Wuri Handayani. Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan ada pada waktu siswa mengalami masalah. Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungana sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso.” Kegiatan bimbingan dan konseling harus senantiasa diikuti secara terus menerus dan aktif sampai sejauh mana klien telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sumber

Hallen, Dra. A. M.Pd. 2005. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Quantun Teaching.
Prayitno, Prof. Dr. H. M.Sc. Ed dan Drs. Erman Amti. 2008. “Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling”. Jakarta: Rineka Cipta.
Salahudin, Drs. Anas, M.Pd. 2010. “Bimbingan Konseling”. Bandung: CV Pustaka Setia.
Tohirin, Drs. M.Pd. 2007. “Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis ibtegrasi)”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
http://www.a741k.web44.net/BIMBINGAN%20DAN%20KONSELING.htm
Djawad, D. (2005). Pendidikan dan Konseling di Era Global. Bandung : Rizqi Pers.

Administrasi Keuangan dalam Pendidikan

Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu (1) pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah maupun kedua-duanya, yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan; (2) orang tua atau peserta didik; (3) masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat. Berkaitan dengan peneriman keuangan dari orang tua dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional1989 bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan, tanggung jawab atas pemenuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,masyarakat dan orang tua. Adapun dimensi pengeluaran meliputin biaya rutin dan biaya pembangunan.
Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun, seperti gaji pegawai (guru dan non guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang-barang habis pakai). Sementara biaya pembangunan, misalnya, biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehab gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau pengeluaran lain unutk barang-barang yang tidak habis pakai. Dalam implementasi MBS, manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai dari tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada kebocoran-kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme.
Komponen utama manajemen keuangan meliputi, (1) prosedur anggaran; (2) prosedur akuntansi keuangan; (3) pembelajaran, pergudangan dan prosedur pendistribusian; (4) prosedur investasi; dan (5) prosedur pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya manajemen keuangan ini menagnut azas pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala sekolah dalam hal ini, sebagi manajer, berfungsi sebagai otorisator, dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan kedalam. Bendaharawan, disamping mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.
2.1 MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
Setiap unit kerja selalu berhubungan dengan masalah keuangan, demikian pula sekolah. Persoalan yang menyangkut keuangan sekolah pada garis besarnya berkisar pada: uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), uang kesejahteraan personel dan gaji serta keuangan yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan sekolah seperti perbaikan sarana dan sebagainya.
Di bawah ini kami kemukakan beberapa instrumen (format-format) yang mencerminkan adanya kegiatan manajemen keuangan sekolah tersebut.
A. Manajemen Pembayaran SPP
Dasar hukum penyusutan SPP adalah keputusan bersama tiga menteri yaitu:
- Menteri P&K (No.0257/K/1974)
- Menteri dalam negeri (No.221 Tahun 1974)
- Menteri keuangan (No. Kep. 1606/MK/II/1974) tertanggal: 20 Nopember 1974
SPP dimaksudkan untuk membantu pembinaan pendidikan seperti yang ditunjukkan pada pasal 12 keputusan tersebut yakni membantu penyelengaraan sekolah, kesejahteraan personel, perbaikan sarana dan kegiatan supervisi.
Yang dimaksud penyelenggaraan sekolah ialah:
- Pengadaan alat atau bahan manajemen
- Pengadaan alat atau bahan pelajaran
- Penyelenggaraan ulangan, evaluasi belajar, kartu pribadi, rapor dan STTB
- Pengadaan perpustakaan sekolah
- Prakarya dan pelajaran praktek
Selanjutnya pada pasal 18 dinyatakan bahwa kedudukan kepala sekolah dalam pengelolaan SPP adalah bendaharawan khusus yang bertanggungjawab dalam penerimaan, penyetoran dan penggunaan dana yang telah ditentukan terutama dan penyelenggaraan sekolah.
B. Manajemen keuangan yang berasal dari Negara (pemerintah)
Yang dimaksud keuangan dari Negara ialah meliputi pembayaran gaji pegawai atau guru dan belanja barang. untuk pertanggungjawaban uang tersebut diperlukan beberapa format sebagi berikut:
a. Lager gaji (daftar permintaan gaji)
b. Buku catatan SPMU (Surat Perintah Mengambil Uang)
C. Manajemen keuangan yang berasal dari BP3
Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) bertugas memberikan bantuannya dalam penyelenggaraan sekolah. Bantuan ini dapat berbentuk uang tetapi mungkin pula dalam bentuk lain seperti usaha perbaikan sekolah, pembangunan lokal baru, dan sebagainya
D. Lain-lain
Sudah menjadi hal yang umum bahwa guru atau karyawan serin mempunyai sangkut paut tersendiri dalam hal keuangan terutama gaji. Dalam hubungan ini misalnya kegiatan arisan di sekolah koperasi antar guru dan lain-lain
Oleh karenanya kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga wajib mengetahui dengan jelas berapa gaji bersih yang diterima oleh anak buahnya, usaha pembinaan kesejahteraan pegawai kiranya perlu diperhatikan data tersebut.

3. Komponen Administrasi Keuangan
Komponen administrasi keuangan meliputi, kegiatan sebagai berikut ini
a. Kegiatan Perencanaan
Perencanaan keuangan terdiri atas
- perencanaan jangka pendek
- perencanaan jangka menengah
- perencanaan jangka panjang
b. Sumber Keuangan
c. Pengalokasian
Alokasi tersebut terdiri atas :
- alokasi pembangunan, baik pembangunan fisik ( penambahan fasilitas ) maupun
nonfisik ( pendidikan dan latihan pegawai )
- alokasi kegiatan rutin, seperti belanja pegawai, kegiatan belajar mengajar,
pembinaan kesiswaan dan kebutuhan rumah tangga
d. Penganggaran
e. Pemanfaat Dana
f. Pembukuan
1) Prinsip pembukuan meliputi
a) pemasukan dan pengeluaran keuangan tercatat secara tertib, disertai dengan
bukti tertulis sesuai aturan yang berlaku
b) pencatatan siap diberikan setiap saat
c) pembukuan dilakukan secara terbuka
2) Jenis pembukuan terdiri atas
- buku kas umum
- buku per mata anggaran
- buku kas harian
- buku surat perintah membayar uang / giro
- buku bank
- buku pembantu lainnya sesuai dengan kebutuhan 11
g. Pemeriksaan dan Pengawas
h. Pertanggungjawaban dan Pelaporan

Sumber
http://media.diknas.go.id/media/document/5700.pdf