Filsafat Ilmu
Aksiologi Ilmu Pengetahuan
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting
bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa
terpenuhi secara cepat dan mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat
dimungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah
banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan,
kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya.
Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa
merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,
komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Kemudian timbul pertanyaan,
apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat manusia? Dan memang sudah
terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai
bentuk teknologi. Misalnya, pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan
kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif
yang menimbulkan malapetaka bagi umat manusia itu sendiri, seperti yang terjadi
di Bali dan Jakarta baru-baru ini. Disinilah ilmu harus di letakkan
proporsional dan memihak pada nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika
ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan
malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan
teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu
pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat tentu tidak terlepas dari si ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan
dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat
akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk
itulah tanggung jawab seorang ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat
yang tepat, tanggung jawab akademis, dan tanggung jawab moral. Pernyataan di
sekitar batas wewenang penjelajahan sains, kaitan ilmu dengan moral, nilai yang
menjadi acuan seorang ilmuan, dan tanggung jawab sosial ilmuan telah
menempatkan aksiologi ilmu pada posisi yang sangat penting. Karena itu, salah
satu aspek pembahasan integrasi keilmuan ialah aksiologi ilmu.[1]
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari
kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi
adalah teori tentang nilai.[2]
Berikut
ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi.
Menurut Suriasumantri (1990:234) aksiologi
adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di
peroleh.[3]
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19)
aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian
tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono (dalam Surajiyo,
2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan
moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.[4]
Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga
bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan
disiplin ilmu khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu eksprresi keindahan.
Ketiga, socio-political life yaitu kehidupan sosial politik.[5]
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi di
atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai
nilai. Nilai yang di maksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai
yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Etika keilmuan merupakan etika normative yang
merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggung jawabkan secara
rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan.
Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang
ilmuan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan
menghindarkan dari dari yang buruk ke dalam perilaku keilmuannya, sehingga ia
dapat menjadi ilmuan yang yang mempertanggung jawabkan perilaku ilmiahnya.
Ilmu tidak saja menjelaskan gejala-gejala alam untuk pengertian
dan pemahaman. Namun lebih jauh lagi bertujuan memanipulasi factor-faktor yang
terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang
terjadi. Misal, ilmu mengembangkan teknologi untuk mencegah banjir. Bertrand
Russell menyebut perkembangan ini sebagi peralihan ilmu dari tahap kontemplasi
ke manipulasi. Dalam tahap manipulasi inilah maka masalah moral muncul kembali
namun dalam kaitan dengan factor lain. Kalau dalam tahap kontemplasi masalah
moral bersangkutan dengan metafisika keilmuan maka dalam tahap manipulasi ini
berkaitan dengan masalah cara penggunaan pengetahuan ilmiah atau secara
filsafat dapat dikatakan, dalam tahap pengmbangan konsep terdapat masalah moral
yang di tinjau dari segi ontology keilmuan sedangkan dalam tahap pengembangan
konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan.
Peradaban manusia bergerak seiring dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Berkat kedua hal tersebut, pemenuhan kebutuhan manusia menjadi lebih
mudah dan cepat. Namun, terdapat sisi buruk dari imu yaitu sejak dalam tahap
pertama pertumbuhannnya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan
saja digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesama
manusia dan menguasai mereka. Mendapatkan otonomi yang terbebas dari segenap
nilai yang bersifat dogmatik maka dengan leluasa ilmu dapat mengembangkan
dirinya. Konsep ilmiah yang bersifat abstrak menjelma dalam bentuk konkret yang
berupa teknologi. Ilmu tidak saja bertujuan untuk menjelaskan gejala-gejala
alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman tetapi bertujuan untuk memanipulasi
faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan
mengarahkan proses yang terjadi.
[2]
Burhanuddin Salam, Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta Reneka
Cipta, 1997)
[3]
Suriasumantri, Jujun S.1990. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer.Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
[5]
Jalaluddin dan Abdullah ldi, Filsafat Pendidikan, (Jakarta : Gaya Media
Pratama, 1997), cet. Ke-1. Hlm. 106
Tidak ada komentar:
Posting Komentar