Dramatisasi Dalam Interaksionisme Simbolik
Tokoh yang menjelaskan dramatisasi dalam interaksionisne simbolik adalah Erving Goffman dalam karianya yang berjudul: “Presentasion of Self in Everiday Life” (1959). Goffman senderung melihat kehidupan social sebagai atu seri drama atau seri pertnjukan dimana para actor memainkan peran-peran tertentu. Pendekatan ini disebutnya dengan pendekatan dramaturgi. Dalam pendekatan ini Goffman mempunyai asumsi bahwa ketika individu-individu berinteraksi atau memainkan lakon-lakon dalam panggung sandiwara, maka mereka ingin sapuaya diri (self) mereka diterima. Tetapi dipihak lain, ketika mereka memainkan peran-peranannya, mereka tetap menyadari kemungkinan adanya penonton yang bisa mengganggu pertunjukan mereka. Oleh karena itu, para actor harus selalu menyesuaikan dirinya dengan keinginan dan harapan penonton atau lawan interaksinya, terutama menyangkut elemen-elemen hal yang bisa mengganngu. Para aktor itu berharap bahwa Self atau Diri yang mereka tampilkan dalam pertunjukan itu, cukup kuat atau mengesankan sehingga para penonton bisa memerikan definisi (deskripsi) tentang dari mereka (aktor-aktor) itu sesuai dengan keinginan actor-aktor itu sendiri. Hal itu berarti bahwa para actor penonton bisa mempuyai gambaran atau ideal positif tentang diri mereka, yakni, gambaran yang seuai dengan keinginan dan harapan aktor-aktor itu sendiri. Para actor itu juga berharap bahwa gambarn atau ideal diri yang diperoleh penonton tentang mereka, akan membuat para penonton itu sendiri bisa melakukan secara sukarela apabila saja yang diinginkan oleh actor supaya mereka pebuat, seperti bertepuk tangan, dan lain-lain.
Bagian depan panggung
Dalam mengikuti analogi teater ini, Goffman juga berbicara tentang bagian depan panggung (front stage) bagian depan panggung itu berfungsi untuk mendefinisikan situasi. Kenudia Goffman masih membedakan bagian depan dari front stage itu. Ada bagian yang disebut setting. Setting adalah bagian-bagian yang secara fisik (alat-alat) yang harus berada di sana apabila si aktor tampil. Setting itu bagi seorang actor yang menyanyi bisa berarti soundsystem, mike, piano, gitar, jazz, dan lain-lain. Tanpa setting itu seorang aktor tidak mungkin tampil. Selanjutnya Goffman mengatakan bahwa oleh karena orang pada umumnya berusaha menampilan suatu self atau diri an diidealkan dalam front stage, maka mau tidak mau mereka harus myembunyikan hal-hal tertentu dalam perunjukan atau performence itu. Dari uraian tersebut diatas, kita bisa melihat bahwa focus uraian Goffman bukan individu melainan team, yang terdiri dari individu-individu yang bkerja saama diatas panggung.
Bagian belakang panggung
Goffman juga mendiskusikan tentang back stage (bagian belakang panggung), diman bermacam-macam tindakan atau tingkah-laku no-nformal, boleh muncul. Bagian belakang panggung biasanya tertutup atau terpisah dari bagian depan panggung atau tidak bisa dilihat dari bagian depan panggung. Para peabawa acara atau actor mengharapkan dan selalu mengusahakan supaya para penonton tidak boleh muncul pada bagian belakang panggung (back stage). Performance akan menjadi cukup sulit apabila mereka tidak berhasil mencegah penonton memasuki back stage. Daam dunia social, back stage ini adalah tempat atau situasi dimana seorang individu tidak perlu bertingkahlaku sesuai dengan harapan-harapan orang dari statusnya itu. Misalnya, didalam keluarga seorang tentara tidak harus menunjukan muka suram. Atau waktu rekreasi, seorang imam tidak harus selalu sopan dan jalan denan kepala miring. Di sana ia bisa tertawa, dan membuat lucu. Jadi back stage adalah duia yang sedikit bersifat pribadi dimana orang-orang lain tidak perlu menyaksikan aktivitas pribadinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar